Wednesday, 5 June 2013

Pengusiran Abu Nawas

     Baginda Harun al-Rasyid gemar mengartikan mimpi-mimpinya. Biasanya ia bertanya pada Abu Nawas yang pandai dalam menafsirkan mimpi. Namun, mimpi buruk yang dialami Baginda semalam membuat nasib Abu Nawas di ujung tanduk. Dengan jelas Baginda mengatakan bahwa Abu harus meninggalkan Bagdad.
     Baginda mengatakan padanya: "Tadi malam aku mimpi bertemu dengan seorang laki-laki tua yang mengenakan jubah putih. Ia berkata bahwa negeri ini akan ditimpa bencana bila orang yang bernama Abu Nawas masih tetap tinggal di negeri ini. Ia harus diusir dari negeri ini sebab ia membawa kesialan. Ia boleh kembali ke negerinya dengan syarat tidak boleh dengan berjalan kaki, berlari, merangkak, melompat-lompat dan menunggang keledai atau binatang tunggangan yang lain."

     Tidak ada yang bisa dilakukan Abu kecuali pergi dari negerinya. Segala upaya yang dilakukannya untuk meyakinkan Baginda ia tidak harus meyakini mimpinya itu tidak membuahkan hasil sedikitpun. Baginda amat percaya pada mimpi, ia pun meyakinkan Abu bahwa lebih baik kehilangan satu orang dari pada kehilangan seluruh rakyatnya. Dengan berat hati dan sedih yang teramat sangat, Abu meninggalkan kampung halamannya. Istri Abu hanya mengiringi kepergian suaminya dengan linangan air mata.

     Selama dua hari perjalanan, Abu mengendarai keledainya dengan bekal yang dibawanya mulai menipis. Dalam perjalanannya, Abu terus berkeyakinan bahwa Tuhan Yang Maha Perkasa akan menolongnya. Itu sebabnya, ia tidak terlalu larut dalam kesedihan. Setelah beberapa lama meninggalkan negerinya, dan kini sudah tingal di negeri orang, Abu mulai dengan kegiatannya yang baru: mencari makan dan tetap mendekatkan diri pada Allah Swt. Lama-kelamaan, rasa rindunya pada kampung halaman tak tertahankan. Terutama pada keluarganya yang tidak diketahui bagaimana keadaanya kini.

     Abu pun mulai berkeinginan untuk kembali ke negerinya. Namun, bila teringat dengan mimipi Baginda, dan nasib rakyatnya bila ia datang, membuat Abu berpikir keras. Ia tahu bahwa nasib negerinya ada di tangan Allah, namun keprcayaan Baginda akan mimpi dapat membuatnya di tiang gantung. Sebab bila raja bertitah tidak ada yang berani untuk menolaknya.

     Suatu hari, setelah sekian lama bermunajat kepada Allah Swt. Abu akhirnya mendapat jawaban. Pada hari kesemnbilan belas setelah kepergian, Abu tiba di negerinya. Kegemparan terjadi. Sebagian besar penduduk bergembira dengan kepulangan Abu. Merasa senang bahwa penasehat bijak yang mereka cintai kembali, namun kedukaan pun merayap, bagaimana bila hal itu diketahui Baginda?

     Kekhawatiran rakyat terjadi. Kabar kepulangan Abu akhirnya sampai ketelingan Baginda. Tak bisa dipungkiri, Baginda pun menyambut gembira, namun dalam suasana berbeda. kalau rakyat senang dengan kedatangan Abu, Baginda senang bahwa kali ini Abu tidak dapat mengelak dari hukuman. Akhirnya Abu yang panjang akal, kini tidak bisa berkutik. Ya, sejak dahulu, Baginda selalu berupaya untuk menghukum Abu Nawas karena tindakannya menbantah sang Raja. Namun, hukuman itu tidak pernah bisa dilaksanakan karena kecerdikan Abu dalam menjawab semua persoalan yang diberikan Baginda.

     Tapi, kali ini Abu tidak dapat menghindarinya. Demikianlah pikir Baginda.

     Dengan wajah senang, Baginda pun datang menemui Abu seraya menyiapkan pasukannya untuk membawa Abu ke meja hijau. Wajah Baginda pucat, terpukul dan kecewa dengan apa yang dilihatnya. Di depan matanya, Baginda melihat Abu Nawas pulang dengan bergelayut di bawah perut keledai. Sama sekali tidak pernah terbayangkan oleh Baginda. Akhirnya Abu Nawas terlepas dari sangsi hukuman yang akan dijatuhkan padanya.

No comments:

Post a Comment